Daftar isi
1. Pengantar
2. Kehidupan sebelum pernikahan
Kira-kira 10 tahun yang lalu, saya menjalin hubungan dengan seorang gadis yang saya rasa sangat saya kasihi saat itu. Ketika kami menjalin hubungan, saya memperhatikan bahwa saya mulai menjadi posesif dan curiga terhadapnya. Saya tidak ingat pernah memiliki sifat ini sebelumnya. Namun, rasa curiga saya kepadanya bertumbuh hingga ke tahap ketika saya terus meragukan karakter moralnya. Meskipun tak ada alasan bagi saya untuk curiga terhadapnya, benak saya terus terganggu oleh pikiran tentang apa yang mungkin dia lakukan di belakang saya. Beberapa pemikiran mencakup, ‘Siapa laki-laki yang akan dia temui?’ ‘Apakah dia memakai pakaian yang memancing perhatian?’ ‘Apakah dia memiliki hubungan dengan laki-laki lain di belakang saya?’ ‘Apakah dia setia kepada saya?’ Pikiran negatif tersebut membombardir saya tanpa henti dan saya lalu membayangkan skenario terburuk yang mengganggu saya lebih jauh lagi. Saat kami tinggal di kota yang berbeda, jarak fisik tersebut hanya memperburuk keadaan, karena saya merasa tidak dapat memantaunya. Saya merasa tak berdaya dengan rentetan pikiran negatif yang mempertanyakan kesetiaan dan karakter moral pasangan saya dan melihat tak ada jalan untuk menghentikannya.
Akibatnya, ketika kami berbicara atau bertemu, saya terus menerus menyelidikinya dengan pertanyaan mengenai aktivitas dan keberadaannya. Hal ini akan mengarah kepada perdebatan yang berlangsung hingga beberapa waktu lamanya. Tak perlu dikatakan lagi, hal itu menguras energi kami dan saya mendapati diri saya terjerumus ke dalam keadaan depresi. Pusaran negatif dari rasa curiga dan posesif di mana saya terjebak membuat saya melakukan hal-hal yang tidak membanggakan. Saya mulai memata-matai dia dengan menulis email kepadanya dari alamat email palsu sehingga bisa mengetahui lebih banyak tentang dirinya yang sebenarnya, mencoba mendapatkan akses ke email pribadinya, dan seterusnya. Hidup saya penuh dengan stres dan pemikiran yang tidak perlu dan saya menghabiskan sebagian besar waktu saya dalam kesedihan mental atas ketidakberdayaan saya. Ini berlanjut selama bertahun-tahun, hingga pada suatu hari hubungan kami berakhir.
Namun bahkan setelah perpisahan kami, hidup saya tidak membaik. Saya mulai meragukan setiap gadis yang saya temui; baik di tempat kerja maupun di pertemuan sosial, intinya mereka yang berlawanan jenis. Saya kehilangan kepercayaan terhadap pernikahan dan berpikir bahwa setiap gadis pasti memalsukan perasaannya. Sifat curiga saya tumbuh sangat pesat dan hidup menjadi sangat menyedihkan.
3. Mencoba mencari solusi untuk mengatasi pikiran negatif dan depresi
Saya tahu bahwa saya membutuhkan bantuan, tapi saya tidak yakin bagaimana mendapatkannya. Saya tidak ingin mengunjungi psikiater karena saya pikir mereka hanya akan meyakinkan saya bahwa tidak semua gadis itu jahat. (Secara umum orang yang memiliki sikap paranoid terhadap kehidupan jarang mencari perhatian dokter karena bukanlah sifat mereka untuk mencari bantuan). Suatu hari, akhirnya saya berterus terang kepada sahabat saya. Teman saya tercengang ketika saya mencurahkan isi hati saya tentang keputusasaan saya terhadap kondisi sulit yang saya alami tersebut. Dia mengatakan bahwa pemikiran seperti itu tidak pernah terpikir olehnya. Dia mencoba memberi saya beberapa sudut pandang, namun tak satupun yang mampu menembus gelembung kecurigaan yang telah melingkupi saya, terkait hubungan saya dengan lawan jenis. Saya makin terjerumus ke dalam keadaan depresi. Saya terpaksa rutin menonton film dan minum alkohol dari waktu ke waktu untuk mengalihkan perhatian saya dan memberi saya sedikit ketenangan dari cengkeraman pemikiran negatif saya. Tapi ketenangan itu hanya bersifat sementara dan berlangsung beberapa jam saja dan tidak ada alasan masuk akal yang bisa membantu saya untuk tidak memikirkan hal-hal negatif tersebut.
4. Masalah memburuk sebelum dan sesudah menikah
Seiring berjalannya waktu, saya bertemu dengan calon isteri saya. Meskipun saya benar-benar mencintainya dan tak ada alasan bagi saya untuk meragukannya, pikiran negatif saya kembali muncul dan memperkeruh hubungan kami. Saya menjadi sangat posesif dan curiga terhadapnya juga. Saya tidak bisa mentolerir ketika ia keluar rumah atau berbicara dengan pria lain. Ketidaktahuan di mana ia berada atau apa yang dia lakukan selama bahkan lima menit saja akan membunuh saya. Hal ini sampai pada suatu titik dimana saya bahkan mencurigai sepupu laki-lakinya dan terus menyiksanya setiap hari dengan banyak pertanyaan aneh. Ia merasa jenuh dengan kerewelan saya hingga dalam beberapa peristiwa membuat kami putus hubungan. Meskipun akhirnya kami menikah, tapi masalahnya tidak berhenti bahkan setelah menikah. Saya menjadi muak dengan hidup saya dan kekurangan kepribadian curiga dan posesif saya. Akibat permasalahan yang terus meningkat ini dan beberapa permasalahan pribadi lainnya di antara kami setelah menikah, saya mencapai titik dimana saya ingin mengakhiri hidup saya.
5. Bebas dari depresi yang disebabkan oleh kekurangan kepribadian setelah memulai latihan spiritual
Saya sudah kehabisan akal tentang bagaimana saya bisa keluar dari situasi yang tampaknya tiada harapan ini. Jadi saya memutuskan untuk beralih ke Spiritualitas. Saya mulai membaca buku-buku suci dan mengunjungi kuil-kuil. Saya membaca tentang kehidupan orang-orang Suci untuk mendapatkan sejumlah perspektif atas dilema yang saya hadapi. Pada suatu hari, sebuah email dari seorang teman memperkenalkan saya pada situs web Yayasan Penelitian Sains Spiritual (SSRF). Saya menghabiskan banyak waktu membaca artikel-artikel di situs web tersebut dan saya yakin bahwa latihan spiritual dapat meningkatkan kehidupan secara intrinsik. Saya bertemu dengan beberapa seeker (pencari Tuhan YME) dari SSRF dan secara bertahap mulai melakukan latihan spiritual. Latihan spiritual saya saat itu antara lain Terapi Air Garam (suatu teknik penyembuhan spiritual), menghadiri satsang (pertemuan spiritual) dan chanting (mengucapkan Nama Tuhan YME) ‘Shrī Gurudev Datta’ dan ‘Om Namo Bhagavate Vāsudevāya’. Setelah beberapa bulan, saya juga mulai chanting nama Tuhan sesuai agama.
Setelah beberapa bulan memulai latihan spiritual dengan chanting Nama Tuhan YME, saya mulai merasa lebih damai dengan diri sendiri. Saya juga menemukan bahwa kekurangan kepribadian curiga dan posesif mulai berkurang. Selubung depresi saya mulai terangkat dan saya mulai merasa lebih antusias terhadap kehidupan secara umum. Kini saya sudah melakukan latihan spiritual secara konsisten selama beberapa tahun dan rasa trauma akan sifat curiga dan posesif terhadap isteri saya seakan mimpi buruk yang sangat jauh. Kini hidup menjadi lebih baik dalam segala hal. Beberapa kali saya juga merasakan Kebahagiaan Hakiki saat melakukan pelayanan terhadap Kebenaran Absolut (satsēvā) dan ketika sedang berada di perkumpulan para seeker lainnya (satsang).
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan YME atas perubahan positif dalam hidup saya ini dan karena telah dilepaskan dari cengkeraman pemikiran negatif dan depresi. Doa saya adalah agar orang lain yang mengalami masalah serupa dalam hidup mereka akan terbantu melalui pengalaman saya. Dengan segala kerendahan hati saya berpesan kepada mereka yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik, “Berikan yang terbaik dalam latihan spiritual dan Tuhan YME akan melakukan sisanya”. Dalam perkataan Yang Mulia Dr. Athavale, “Jika kita mengambil satu langkah menuju Tuhan YME, Ia akan mengambil sepuluh langkah menuju kita”.
Komentar SSRF
- Penderitaan yang dialami Raul utamanya bersifat psikologis karena kekurangan kepribadian yang dimilikinya. Ada sedikit pengaruh energi negatif yang meningkatkan masalah.
- Ketika Raul memulai latihan spiritual, energi spiritual dihasilkan, bertindak dan meniadakan impresi curiga dan posesif dalam pikirannya. Latihan spiritual chanting (mengucapkan) Nama Tuhan YME membantu mengurangi kekurangan kepribadiannya. Baca lebih lanjut tentang mekanisme ini dalam tutorial tentang: Bagaimana Chanting bekerja?